Buku ini sejenis historiografi mengandung narasi yang distingtif secara telak dengan yang sudah ada. Ini adalah historiografi jalan baru yang mempertemukan antara historiografi yang ber-epicentrum di Madinah dan yang peripheral di Kawasan Nusantara dalam suatu pendekatan frame work Islam Bernegara da Kehendam Berpemerintahan Sendiri (Zelfestuur Islam).
Pengetahuan sejarah adalah re-enactment (penataan ulang) suatu pemikiran masa lalu yang telah terbungkus di dalam konteks pemikiran masa kini. Konteks pemikiran itulah yang membedakan dan membatasinya. (Collingwood, 1978: 114). Mengapa historiografi (penulisan sejarah) dan klaim kebenaran (truth claime) tentang masa lalu menjadi demikian penting ? Hal ini karena sejarah dianggap sebagai dasar kesadaran sejarah yang fungsinya untuk memperkokoh identitas nasional (atau global/ universal ) atau kolektif suatu komunitas, baik yang berbasis religius maupun yang berbasis sekuler.
Ada sikap keberpihakan terhadap mana sebuah sejarah yang benar sebagaimana kejadiannya dengan narasi sejarah yang ditulis sebagai sebuah histirografi dengan penafsiran sejarawannya. Penafsiran atas sejarah adalah keniscayaan dari bedanya ‘cara membaca sejarah’. Dalam historiografi ada upaya ‘menghilangkan’ jejak sejarah sebagai fakta dan diputarbalikannya. Sebutan klaim dalam narasi sejarah sebagai ‘pemberontak’, ‘ pengkhianatan,siapa lawan dan siapa korban, siapa elit dan siapa kelompok termarginalkan, sudah lama menjadi perdebatan sejarah bagi pelaku politik maupun sejarawan.
Historiografi Islam, pertama-tama membawa identitas kolektif yang bersifat universal sekaligus bersifat lokal,karena ketika berbicara perjuangan Islam di suatu wilayah geografi adalah bagian dari perjuangan Islam di wilayah lainnya, termasuk tentu saja di wilayah Nusantara (Biladil Jawi – Hindia Belanda) hingga menjadi Indonesia.Kedua, bahwa perlawanan dan perjuangan pribumi muslim di Hindia Belada merupakan respons dari kebijakan politik pemerintah Hindia Belanda. Inilah yang disebut sebagai De-politisasi Islam dan D-eideologisasi Politik Islam.
Maka, Historiografi ini bersifat global sekaligus lokal karena peristiwa sejarah bersifat factual kaena habitusnya dalam wilayah Hindia Belanda (Indonesia) , sehungga Madinah Indonesia bersifat lokal di wilayah tersebut yang menjadi episentrum pemerintahan islam di Indonesia. Sementara visi dan misi Islam- lah yang bersifat universal (rahmatan lil alamin).Dalam konteks Islam Bernegara zaman Nabi hidup , maka Yastrib yang berubah menjadi Madinah adalah habitus yang wajib adanya sebagai episentrum kekuasaan Islam bernegara berdaulat penuh,baik ke dalam maupun ke luar.